Agar Jantungnya Tak Berhenti, Ibu dan 2 Anak ini Tak Boleh Nonton TV
Keluarga biasanya suka menonton televisi bersama, tapi tidak bagi Emma Anstee dan kedua anaknya. Ibu dan kedua anak ini tidak bisa menonton televisi atau mendengar sesuatu yang mengagetkan karena mengancam kondisi jantung ketiganya.
Emma Anstee dan kedua anak laki-lakinya, Arie dan Louis didiagnosis dengan suatu kondisi yang bisa mengancam kehidupan jantungnya jika ia mendengar suara keras tiba-tiba atau yang mengagetkan, karena bisa membuat jantung berhenti berdetak.
Akibat kondisi ini sang anak, Arie (15 tahun) dipaksa untuk berhenti bermain sepak bola serta dilarang menyaksikan pertandingan olahraga baik di televisi atau secara langsung karena mungkin bisa berbahaya bagi jantung.
"Ini seperti kejutan ketika kami bertiga didiagnosis dengan kondisi ini, kami tidak lagi bisa menonton banyak acara tv atau berenang," ujar Emma (34 tahun), seperti dikutip dari The Sun, Kamis (6/10/2011).
Awalnya keluarga tidak tahu apa yang terjadi sampai akhirnya Arie tiba-tiba pingsan saat tengah bermain sepakbola ketika berusia 10 tahun. Sebelumnya Arie memang seringkali pingsan, tapi orangtua berpikir hal ini karena ia tidak sarapan yang cukup sebelum pertandingan.
Keluarga akhirnya membawa Arie ke Evelina Children's Hospital, si sebelah barat London. Setelah menjalani berbagai pemeriksaan diketahui bahwa Arie menderita Long QT Syndrome.
Sindrom ini adalah gangguan aktivitas listrik jantung yang akan mengakibatkan ritme detak jantung sangat cepat ketika berolahraga, stres atau mendengar sesuatu secara tiba-tiba sehingga tidak menghasilkan darah yang cukup ke seluruh tubuh. Hal ini membuat otak cepat kekurangan oksigen dan bisa menyebabkan kematian mendadak.
"Dokter memberitahu kami bahwa Arie tidak boleh lagi bermain sepakbola dan ia sangat beruntung karena masih bisa diselamatkan. Selain itu anggota keluarga lain juga harus diperiksa untuk mengetahui apakah memiliki kondisi itu juga atau tidak," ungkapnya.
Setelah seluruh keluarga diperiksa, diketahui bahwa sang ibu, Emma dan putranya yang paling kecil Louis (9 tahun) juga memiliki kelainan tersebut. Namun pengobatan untuk ketiganya berbeda, Arie harus dipasang defibrilator karena obat sudah tidak bisa mengontrol sindrom tersebut, Louis hanya diberikan obat saja, sedangkan Emma tidak membutuhkan obat atau defibrilator.
"Arie beberapa kali pingsan sehingga ia perlu dipasang defibrilator untuk me-restart kembali jantungnya jika tiba-tiba berhenti, sedangkan saya dan Louis tidak pernah sampai pingsan," ujar Emma.
Kondisi yang dialami ini membuat ketiganya harus berhati-hati saat menonton televisi atau melihat apapun di luar sana agar tidak memberikan kejutan yang bisa berbahaya bagi jantung.
"Namun kami mencoba untuk tidak terlalu memikirkan hal tersebut sepanjang waktu dan berusaha sebisa mungkin untuk tetap hidup normal," ungkap Emma.
Emma Anstee dan kedua anak laki-lakinya, Arie dan Louis didiagnosis dengan suatu kondisi yang bisa mengancam kehidupan jantungnya jika ia mendengar suara keras tiba-tiba atau yang mengagetkan, karena bisa membuat jantung berhenti berdetak.
Akibat kondisi ini sang anak, Arie (15 tahun) dipaksa untuk berhenti bermain sepak bola serta dilarang menyaksikan pertandingan olahraga baik di televisi atau secara langsung karena mungkin bisa berbahaya bagi jantung.
"Ini seperti kejutan ketika kami bertiga didiagnosis dengan kondisi ini, kami tidak lagi bisa menonton banyak acara tv atau berenang," ujar Emma (34 tahun), seperti dikutip dari The Sun, Kamis (6/10/2011).
Awalnya keluarga tidak tahu apa yang terjadi sampai akhirnya Arie tiba-tiba pingsan saat tengah bermain sepakbola ketika berusia 10 tahun. Sebelumnya Arie memang seringkali pingsan, tapi orangtua berpikir hal ini karena ia tidak sarapan yang cukup sebelum pertandingan.
Keluarga akhirnya membawa Arie ke Evelina Children's Hospital, si sebelah barat London. Setelah menjalani berbagai pemeriksaan diketahui bahwa Arie menderita Long QT Syndrome.
Sindrom ini adalah gangguan aktivitas listrik jantung yang akan mengakibatkan ritme detak jantung sangat cepat ketika berolahraga, stres atau mendengar sesuatu secara tiba-tiba sehingga tidak menghasilkan darah yang cukup ke seluruh tubuh. Hal ini membuat otak cepat kekurangan oksigen dan bisa menyebabkan kematian mendadak.
"Dokter memberitahu kami bahwa Arie tidak boleh lagi bermain sepakbola dan ia sangat beruntung karena masih bisa diselamatkan. Selain itu anggota keluarga lain juga harus diperiksa untuk mengetahui apakah memiliki kondisi itu juga atau tidak," ungkapnya.
Setelah seluruh keluarga diperiksa, diketahui bahwa sang ibu, Emma dan putranya yang paling kecil Louis (9 tahun) juga memiliki kelainan tersebut. Namun pengobatan untuk ketiganya berbeda, Arie harus dipasang defibrilator karena obat sudah tidak bisa mengontrol sindrom tersebut, Louis hanya diberikan obat saja, sedangkan Emma tidak membutuhkan obat atau defibrilator.
"Arie beberapa kali pingsan sehingga ia perlu dipasang defibrilator untuk me-restart kembali jantungnya jika tiba-tiba berhenti, sedangkan saya dan Louis tidak pernah sampai pingsan," ujar Emma.
Kondisi yang dialami ini membuat ketiganya harus berhati-hati saat menonton televisi atau melihat apapun di luar sana agar tidak memberikan kejutan yang bisa berbahaya bagi jantung.
"Namun kami mencoba untuk tidak terlalu memikirkan hal tersebut sepanjang waktu dan berusaha sebisa mungkin untuk tetap hidup normal," ungkap Emma.
( Sumber : detikHealth )
Follow @BlogAB
Posted by Unknown
on 19.32. Filed under
Aneh,
Kesehatan
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response